Kamis, 21 Maret 2013

TERJADINYA PEMALSUAN UANG DITINJAU DARI KRIMINOLOGI

Posted by Unknown on Kamis, Maret 21, 2013 in | No comments

TERJADINYA PEMALSUAN UANG DITINJAU DARI KRIMINOLOGI
 Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Pada dasarnya uang mempunyai empat fungsi penting yaitu sebagai satuan hitung (unit of account), alat transaksi/pembayaran (medium of exchange), penyimpan nilai (store of value), dan standar pembayaran di masa mendatang (standard of deferred payment). Uang sendiri mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian karena uang merupakan alat transaksi pembayaran dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk dapat berfungsi sebagai alat tukar, uang harus diterima/mendapat jaminan kepercayaan. Dalam perekonomian modern ini, jaminan kepercayaan itu diberikan pemerintah berdasarkan undang-undang atau keputusan yang berkekuatan hukum. Dengan fungsinya sebagai alat transaksi, uang amat mempermudah dan mempercepat kegiatan pertukaran dalam perekonomian modern.
Uang sangat memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat modern saat ini terutama guna memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Oleh karena itulah maka muncul segelintir orang yang berusaha memalsukan uang.
Pemalsuan uang merupakan kejahatan yang merugikan masyarakat. Hal tersebut tercantum dalam pasal 244 KUHP yang berbunyi :
“Barang siapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai tulen (asli) dan tidak palsu, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”
Pada awalnya, pemalsuan uang bukan untuk tujuan kriminal. Sekitar tahun 1980-an segelintir orang hanya melakukannya untuk ‘mengisi waktu luang’ atau ‘menciptakan karya kreatif’. Mereka menggunakan cairan kimia lalu menjiplaknya. Sebagian melukisnya secara langsung di atas kertas. Iseng-iseng mereka membelanjakannya di warung, dan ternyata tidak dicurigai.
Namun sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997, pemalsuan uang semakin marak seiring bertambah majunya teknologi. Maraknya peredaran uang palsu di Indonesia menunjukan bahwa ekonomi masyarakat telah menurun drastis sedemikian rupa. Kesulitan menjadi faktor utama mengapa segelintir orang mau melakukan kegiatan illegal tersebut biarpun penuh resiko.
Maraknya peredaran uang palsu apabila dikaitkan secara kriminologi di latar belakangi oleh krisis ekonomi serta sulitnya kesempatan pekerjaan di berbagai sektor.
Istilah kirisis yang dimaksudkan adalah suatu konsep umum yang tidak hanya menyangkut disfungsi ekonomi dari suatu jenis resesi yang terlepas dari apakah ada atau tidak inflasi yang memperburuk keadaaan tetapi justru krisis-krisis tertentu dan krisis lokal yang mungkin terjadi akibat bencana alam, krisis yang disebabkan oleh ketidakmampuan suatu masyarakat.
Secara teoritik M. Harvey Brenner mengidentifikasi beberapa pandangan yang berbeda mengenai latar belakang kejahatan dalam hubungannya dengan pengaruh langsung ekonomi terhadap kejahatan, yakni :
Pertama, penurunan pendapatan nasional dan lapangan kerja akan menimbulkan kegiatan-kegiatan industri illegal.
 Kedua, terdapatnya bentuk-bentuk “innovasi” sebagai akibat kesenjangan antara nilai-nilai atau tujuan-tujuan sosial dengan sarana-sarana sosio struktural untuk mencapainya. Dalam masa keunduran ekonomi, banyak warga masyarakat yang kurang mempunyai kesempatan mencapai tujuan-tujuan sosial dan menjadi “innovator” potensial yang cenderung mengambil bentuk pelanggaran hukum.
 Ketiga, perkembangan karier kejahatan dapat terjadi sebagai akibat tersumbatnya kesempatan dalam sektor-sektor ekonomi yang sah.
 Keempat, pada beberapa kepribadian tertentu, krisis ekonomi akan menimbulkan frustasi oleh karena adanya hambatan atau ancaman terhadap pencapaian cita-cita dan harapan yang pada gilirannya menjelma dalam bentuk-bentuk perilaku agresif.
Kelima, pada kelompok-kelompok tertentu yang mengalami tekanan ekonomi terdapat kemungkinan besar  bagi berkembangnya sub –kebudayaan delikuen. Delikuensi adalah suatu aktivitas dengan tujuan  yang pasti meraih kekayaan melalui cara-cara yang tidak sah.
 Keenam, sebagai akibat krisis ekonomi yang menimbulkan pengangguran sejumlah warga masyarakat yang mengangur dan kehilangan penghasilannya cenderung untuk menggabungkan diri dengan dengan teman-teman yang menjadi penganggur pula dan dengan begitu lebih memungkinkan dirancang dan dilakukannya suatu kejahatan.
Dari pandangan M. Harvey Brenner mengenai latar belakang kejahatan dalam hubungannya dengan pengaruh krisis ekonomi, dapat disimpulkan bahwa dibawah kondisi tekanan-tekanan ekonomi, taraf toleransi sosial terhadap kejahatan tradisonal cenderung rendah.
Menurut catatan tahun 2012, Bank Indonesia mencatat temuan uang palsu sebanyak 41.080 lembar Januari hingga Juni 2012. Nominal uang rupiah yang paling banyak dipalsukan adalah pecahan Rp. 100.000 sebanyak 21.497 lembar atau 52,33 persen. Sementara di urutan kedua adalah pecahan Rp 50.000 sebanyak 17.260 lembar atau 42,02 persen. Dengan demikian kedua pecahan tersebut menempati 94,35 persen dari total uang rupiah yang dipalsukan.
Upaya-upaya dalam meredam maraknya perdaran uang palsu di masyarakat. Pemerintah telah melakukan sosialisasi dengan 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang) di berbagai media massa, masyarakat awam. Namun hal itu, tidak pula membantu agar para masyarakat terkecoh. Pada kenyataannya masih banyak banyak para numisatis, kasir dan teller bank yang masih terkecoh.
BI sebagai lembaga yang mendapat jatah merancang desain uang, pemilihan bahan kertas untuk uang hingga fitur-fitur pengamanan dari uang kertas maupun logam yang akan dibuat harus mengadakan upaya antisipasi untuk mencegah agar peredaran uang palsu tidak semakin meluas yakni dengan mencetak uang yang tidak mudah dipalsukan dan ditiru.


0 komentar:

Posting Komentar