Posted by Unknown on Sabtu, Februari 27, 2016 | No comments
Mahkamah
Konstitusi merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman, adapun kekuasaan
kehakiman diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 berbunyi ”Kekuasaan Kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan.” Menurut pasal ini, kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka (an
independent judiciary). Pada masa yang lalu disebut "een onafhankelqke rechterlijke macht”
yakni kekuasaan kehakiman yang bebas, tidak tergantung kepada kekuasaan Iain,
kekuasaannya menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan,
agar ketertiban masyarakat dapat tercipta (to
achieve social order) dan ketertiban masyarakat terperlihara (to maintain social order).[1]
Penegasan mengenai pengertian tersebut diulang kembali pada Pasal 1
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi ”Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan
negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”[2]
Sebagai
salah satu kekuasaan Negara, kepada kekuasaan kehakiman diberi tugas dan
kewenangan menyelenggarakan peradilan guna menegakkan keadilan. Dalam batas
melaksanakan penyelenggaraan peradilan saja kekuasaan Negara yang diberikan
konstitusi kepada kekuasaan kehakiman. Kekuasaan Negara ini terpisah dari
kekuasaan yang diberikan dan kekuasaan Negara yang lain.[3]
Terjadi pemisahan kekuasaan (separation
of power) di antara masing-masing badan kekuasaan negara. Konstitusi atau Undang-Undang
Dasar 1945 telah mengalokasikan kekuasaan tertentu kepada rnasing-masing cabang
kekuasaan itu. Diantara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, tidak
boleh melampaui kekuasaan badan negara yang lain. Demikian doktrin yang harus
ditegakkan oleh masing-masing badan kekuasaan negara tersebut, hanya terbatas
menyelenggarakan kekuasaan yang dialokasikan konstitusi kepadanya.[4]
Mahkamah Konstitusi dibentuk dalam usaha
menegakan konstitusi, sehingga Mahkamah Konstitusi berkewajiban untuk menegakan
konstitusi terutama jika terdapat hak konstitusional warga negara yang
terlanggar. Selain itu, dalam menegakan konstitusi, Mahkamah konstitusi terikat
peraturan perundang-undangan yang secara
eksplisit mengatur dan doktrin peradilan pada negara hukum. Sebagai sebuah
lembaga peradilan, Mahkamah Konstitusi bertujuan untuk menegakan hukum dan keadilan
dalam Undang-Undang No. 8 tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah
konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum
dan keadilan.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai
pengawal konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dilengkapi dengan
lima kewenangan atau sering disebut empat kewenangan ditambah satu kewajiban,
yaitu, (i) menguji konstitusionalitas undang-undang, (ii) memutus sengketa
kewenangan konstitusional antar lembaga negara, (iii) memutus perselisihan
mengenai hasil pemilihan umum, (iv) memutus pembubaran partai politik, (v)
memutus pendapat DPR yang berisi tuduhan
bahwa Presiden melanggar hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden
dan wakil presiden sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, sebelum hal itu dapat diusulkan untuk
diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.[5]
Dalam melakukan fungsi peradilan keempat
bidang kewenangan tersebut, Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran terhadap
Undang-Undang Dasar, sebagai satu-satunya lembaga yang mempunyai kewenangan
tertinggi untuk menafsirkan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, di
samping berfungsi sebagai pengawal Undang-Undang Dasar, Mahkamah Konstitusi
juga biasa disebut sebagai the sole
Interpreter of the Constitution.[6]
0 komentar:
Posting Komentar