Posted by Unknown on Sabtu, Februari 27, 2016 | 2 comments
SEMA adalah salah satu bentuk peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Agung. SEMA itu sendiri dibuat berdasarkan fungsi regulasi dan pertama kali
dibentuk pada tahun 1951, Pada tahun 1950 SEMA telah dibuat untuk kontrol
peradilan. SEMA Isi berkaitan dengan peringatan, menegur petunjuk yang
diperlukan dan berguna ke pengadilan di bawah Mahkamah Agung. SEMA berfungsi
sebagai
hal beleidsregel dari bentuk fuction formal.
Pada awalnya SEMA dibentuk berdasarkan ketentuan pasal 12 ayat (3)
Undang-Undang No 1 tahun 1950 tentang Susunan, Kekuasaan Dan Jalan-Pengadilan
Mahkamah Agung Indonesia. Mahkamah Agung merupakan lembaga peradilan yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap lembaga peradilan dibawahnya. Guna
kepentingan jawatan maka untuk itu Mahkamah Agung berhak memberi
peringatan-peringatan, teguran dan petunjuk- petunjuk yang dipandang perlu dan
berguna kepada pengadilan-pengadilan dan para Hakim tersebut, baik dengan surat
tersendiri maupun dengan surat edaran. Namun dalam perkembanganya dikarenakan
pada saat itu Undang-Undang masih sangat sedikit sehingga SEMA sendiri
mengalami sedikit pergeseran fungsi, dimana SEMA tidak lagi hanya sebagai alat
pengawasan tetapi mengalami perluasan fungsi diantaranya pengaturan,
administrasi dan lain-lain.
Kewenangan membuat SEMA berada
di tangan ketua Mahkamah Agung dan wakil ketua Mahkamah Agung. Kekuasaan dan
kewenangan itu dicantumkan pada Pasal 131, yang berbunyi:
“Jika
dalam jalan Pengadilan ada soal yang tidak diatur dalam Undang-Undang, maka
Mahkamah Agung dapat menentukan secara langsung bagaimana soal itu harus
dibicarakan.”
Bertitik tolak dari ketentuan pasal 131 Undang-Undang No. 30 Tahun 1950,
eksistensi SEMA sejak tahun 1950 memiliki landasan legalitas (legality) secara
konstitusional sehingga isi maupun petunjuk yang digariskan di dalamnya
mengikat untuk ditaati dan diterapkan oleh Hakim dan Pengadilan.
Pada saat sekarang, landasan hukum kekuasaan dan kewenangan MA
menerbitkan SEMA diatur pada Pasal 32 ayat (4) UU MA yang berbunyi:
“Mahkamah
Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu
kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan.”
Ketentuan ini secara substansial pada
prinsipnya sama dengan yang terkandung pada Pasal 131 Undang-Undang No. 30
Tahun 1950:
·
Memberi
kekuasaan dan kewenangan kepada MA untuk mengeluarkan atau menerbitkan SEMA;
·
Isi
yang dituangkan di dalamnya dapat berisi petunjuk, teguran atau peringatan
maupun perintah;
·
Bisa
berlaku umum untuk semua Lingkungan Peradilan, tetapi boleh juga diterbitkan
SEMA yang hanya berlaku kepada satu Lingkungan Peradilan
apakah ini berarti SEMA merupakan produk peraturan perundang-undangan? dimana letak posisi SEMA dalam hierarki?
BalasHapusSebelumnya terima kasih karena sudah berkunjung di blog saya, mengenai pertanyaan yang saudara ajukan bisa di cek disini http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6102/kekuatan-hukum-produk-produk-hukum-ma-perma--sema--fatwa--sk-kma
Hapus